SELAMAT DATANG DI-BLOG KAMI YANG SEDERHANA. SEMOGA INFORMASI-INFORMASI YANG KAMI BERIKAN BERMANFAAT BAGI ANDA SEMUA. JANGAN LUPA MENGISI KOMENTAR ATAU DI-CHAT BOX. TERIMA KASIH....... SMA 2 BAE forum: Iedul Adha 27 Nopember 2009

Iedul Adha 27 Nopember 2009


Sudah lihat gambar disamping kan?lucukan kan?berhubung hari ini adalah hari idul adha maka saya ingin posting tentang sejarah dan seluk-beluk terjadinya idul adha,tapi ngomong-ngomong gambar ini sangat lucu ya?saking takutnya,kambing ini menunggang dipunggung orang yang mau menyembelihnya.....
sejarah idul adha
Peristiwa seperti hadirnya kembali hari raya Iedul Qurban, mentautkan kembali dimensi sejarah, tanggung jawab sosial kekinian serta masa depan keummatan. Dalam konteks sejarah peristiwa Iedul Adha menyegarkan kembali kepada ummat kisah yang terjadi antara nabi Ibrahim dan Ismail AS, serta kisah yang disunnahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Nabi Ibrahim dan nabi Ismail AS  dengan hadirnya peristiwa berkorban itu, memberikan kepada ummat manusia suatu pelajaran penting, selain tentang komitmen ubudiyah kepada Allah secara total, tulus dan ikhlas bahkan sampai pada tingkat mengorbankan hal yang paling dicintai baik berupa diri maupun anak, suatu keikhlasan ubudiyah yang langsung dijawab oleh Allah baik dengan ridho maupun penerimaan, bahkan solusi alternatif, dari hal yang tadinya sangat menakutkan karena pengorbanan diri atau anak itu, menjadi hal yang sangat monumental dan bermanfaat ketika sang diri maupun anak dirubah menjadi hewan qurban.
Dalam konteks Rasulullah SAW peristiwa Iedul Qurban juga menandai tentang makna penting kesinambungan sejarah pengorbanan, reaktualisasi pengorbanan itu sendiri serta keberlanjutan dari hadirnya faktor sukses akibat dari dilanjutkannya tradisi berqurban secara ikhlas dan benar. Rasululah SAW bahkan mencontohkan sendiri, dan karenanya bukan hanya sekedar berwacana bagaimana beliau berqurban untuk diri dan keluarganya, sekaligus bahkan beliau menyembelih langsung hewan qurban itu. Rasulullah SAW mensunnahkan, hanya dengan Iman yang kongkritlah kesuksesan beribadah baik pada dimensi vertikal maupun horizontal dapat diwujudkan.


Jamaah sholat Iedul Adha yang dirahmati Allah.

Dalam dimensi kekinian, peristiwa hadirnya kembali Iedul Qurban juga membawa penyegaran-penyegaran penting tentang prinsip ketulusan, kepedulian yang perlu dilakukan secara kongkrit dan benar seperti yang pernah dicontohkan oleh nabi Ibrahim, Ismail dan Muhammad SAW itu. Karena memang sebagai mana dijelaskan dalam Al-Quran di dalam surat Al-hajj ayat 37 :

“ Sekali-kali Allah tidak akan menerima daging maupun darah dari hewan qurban, tetapi yang diterima oleh Allah adalah sikap takwa yang  menyemangati berqurban itu, demikianlah Allah telah menciptakan hewan-hewan qurban itu agar kalian selalu dapat mengagungkan Allah SWT dan mensyukuri hidayahNya kepada kalian semua, dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berbuat ihsan”.

Dari dimensi ini maka merealisasikan berqurban adalah upaya untuk selalu memungkinkan hadirnya kembali sifat taqwa, yang menurut Al-Quran adalah kata kunci tentang keunggulan ummat manusia, dalam surat Al-Hujurat Allah menegaskan:

“ Wahai ummat manusia sesungguhnya allah telah menciptakan kalian dari laki-laki dan wanita dan Allah menjadikan anda berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenali, sesunguhnya yang paling utama di antara kalian di sisi Allah yang paling bertaqwa.รถ

Berqurban karenanya menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperdalam maknanya dan sekaligus memperbanyak realisasinya. Sebab dalam diri berqurban itu mengandung dua makna yang sangat relefan untuk kita jadikan sebagai sarana penguat komitmen untuk menghadirkan manusia yang utama dengan taqwa. Dalam diri berqurban selain ada makna pengorbanan dengan menyembelih hewan qurban atau pengorbanan dalam bentuk pengeluaran infaq dan shodaqoh untuk membeli hewan qurban dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT, yang selalu mengandung dimensi keikhlasan dan keihsanan, suatu capaian tangga yang tertinggi dalam keislaman melalui taqarrub kepada Allah SWT. Berqurban juga bermakna hadirnya taqarrub kepada sesama ummat manusia, baik karena dengan hadirnya hari raya Iedul Qurban ini tersegarkanlah kembali jalinan silaturahim dengan hadir dalam majelis-majelis sholat Iedul Adha, maupun dengan mudik pulang kampung seperti yang menjadi tradisi kaum muslim saudara-saudara kita di Timur Tengah, maupun dengan hadirnya kepedulian sosial yang kongkrit dalam bentuk daging hewan qurban baik yang dibagikan kepada masyarakat yang terdekat dengan para pequrban, maupun yang dikirimkan jauh ke daerah-daerah para dhuafa yang memerlukan santunan daging hewan qurban.
Kedua jenis taqarrub kepad Allah dan kepada sesama, yang merupakan realisasi penguatan hablun minallah dan hablun minannas itu, adalah suatu hal yang sangat dipentingkan untuk selalu hadir di tengah ummat Islam Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Apalagi ketika kita masih berada pada awal tahun seperti sekarang ini. Sebab berkepanjangannya krisis yang menimpa ummat maupun bangsa apakah dalam bentuk krisis moral, sosial, ekonomi, politik seperti masih terjadinya terror bom yang terkutuk yang pasti tidak dilakukan oleh agama apapun, tetapi kehadirannya telah menghadirkan stigma dan apatisme. Maka kehadiran kembali pemaknaan Iedul Qurban sebagai sarana untuk taqarrub kepada Allah dan taqarrub kepada sesama manusia menjadi sangat penting dan mendesak untuk direaktualisasikan. Hanya dengan hadirnya kembali kesadaran bahwa terobosan di tengah kejumudan apatisme dan fitnah, dapat dilakukan seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim, Ismail dan Muhammad SAW itu. Terobosan yang tak terpikirkan itu ternyata bisa dilakukan, dan ketika dilakukan ternyata bisa suskes menghadirkan solusi, dan ternyata ia selalu bisa dilanjutkan dan disebar luaskan. Semangat ini sekali lagi jelaslah amat urghen untuk dihadirkan kembali agar bangsa Indonesia, yang mayoritas mutlak beragama Islam, agar dapat segera keluar dari krisis-krisisnya, dengan memaksimalkan potensi-potensi positif yang dimilikinya, sejarah sukses yang dimilikinya juga, juga beragam faktor keberhasilan yang selama ini bisa dimunculkan. Memang tidaklah benar bahwa suatu bangsa atau kumpulan umat hanyalah berisi kegagalan yang tidak memberikan harapan. Pasti selalu saja hadir terobosan-terobosan yang bisa dijadikan sebagai modal besar untuk bangkitnya ummat dan bangsa. Seperti yang kita lihat dan kita rasakan bagaimana kedamaian ummat di Aceh bisa dihadirkan dari sela-sela duka nestapa akibat dari Tsunami.
Prinsip taqarrub ke pada Allah dan taqarrub kepada manusia adalah prinsip yang sangat tepat untuk diaktualisasikan kembali, dengan taqarrub kapada Allah seperti dalam ikhlas menyembelih hewan qurban itu, maka derajat kemanusiaan kita dibiasakan untuk berada dalam dataran-dataran tinggi keikhlasan, yang tidak lagi cara pandang kehidupannya terbelenggu oleh cara pandang yang serba sempit dan serba penuh kepentingan dan serba materistik . Cara pandang-cara pandang yang biasanya membuat ummat manusia menjadi sangat mudah untuk terjebak pada konflik kepentingan, serta mudah pula melanggar batas-batas akhlaq dan moralitas, ia menjadi mudah mengikuti hawa nafsu dan sikap-sikap anarkis yang negatif. Sebaliknya semangat taqarrub ini membuat dirinya berfikir dan bersikap secara mendasar, untuk kepentingan yang lebih luas dan yang lebih umum. Ia akan terbiasa mempertahankan prinsip kebenaran dan berkerja keras untuk merealisasikannya dengan cara-cara yang makruf dan tidak dengan cara yang munkar.
Adapun taqarrub kapada sesama ummat manusia dalam konteks ini juga menjadi sangat urghen untuk selalu disegarkan. Memahami tentang peran sejarah yang selalu bisa dilakukan, serta dampak positif yang bisa diberikan pada sesama sekalipun itu melalui pembagian daging qurban adalah suatu kesadaran yang sangat penting untuk selalu dimunculkan. Sebab di tengah kekhawatiran terjadinya keretakan ukhuwah antar ummat, maupun keretakan antara anak bangsa akibat dari adanya salah faham, fitnah, maupun egoisme kelompok, daerah maupun kepentingan, kesenjangan dan berbagai masalah sosial jelaslah amat diperlukan hadirnya terobosan segar yang bisa meminimalisirnya karena terjadinya faktor-faktor yang dikhawatirkan itu. Sebab dengan hadirnya keikhlasan dari para pequrban yang dengan santun membagikan hewan qurban kepada tetangga maupun masyarakat lain yang membutuhkannya, hal positif ini diharapkan dapat merekatkan kembali ukhuwah dan kepedulian antar sesama, bahkan lebih dari pada itu hal positif ini diharapkan dapat menyemangati anak ummat, dan  anak bangsa bahwa yang ada di tengah mereka bukanlah hanya individualisme dan matrealisme tetapi juga masih ada kepedulian antar sesama yang akan menyirami kegersangan-kegersangan cara berfikir, cara bertindak dan cara berhubungan di antara anak manusia. Itu adalah kunci penting hadirnya masyarakat yang bermartabat, masyarakat yang berukhuwah, yaitu masyarakat yang bertaqwa.

Jamaah sholat Iedul Adha yang dirahmati Allah


Dalam dimensi ke depan semangat taqarrub kepada Allah dan sesama manusia yang hadir dalam bentuk prosesi berqurban itu, bila ia dilandaskan pada semangat kesejarahan serta kekinian yang benar seperti diuraikan di muka, maka ia akan menjadi pilar yang sangat penting untuk mempetakan hadirnya masyarakat madany pada masa yang akan datang, dan sekaligus kehadiran masyarakat madany seperti itu merupakan penyemangat untuk kehidupan keseharian yang diisi oleh ummat pada masa sekarang ini yang sebagiannya penuh tantang dan cobaan, yang seolah-olah tidak lagi memberi ruang untuk hadirnya harapan.
Mengapa semangat taqarrub kepada Allah dan sesama menjadi penting untuk kehidupan kedepan? Sebab selain memang perjalanan akhir dan masa paling depan dari ummat manusia adalah ketika ia sesudah mati, dibangkitkan kembali oleh Allah dan akan dipertemukan kembali untuk mempertanggung jawabkan seluruh amal di dunia. Pada saat itu dia akan mendapatkan hak sebagaimana yang diusahakan apakah baik maupun buruk, apakah positif atau negatif. Semua begitu gamblang ditampilkan oleh Al-Quran Al-Karim. Seluruh tanaman kehidupan yang positif dan konstruktif, yang makruf sekecil apapun akan mendapatkan pahala berupa kebahagiaan tertinggi dan abadi di surga Allah SWT. Sebaliknya segala tanaman negatif dan destruktif, yang mungkar sekecil apapun akan juga mendapatkan imbalan siksa di neraka jahanam dengan segala kepedihannya itu. Tentulah sebagai manusia yang rasional dan modern dan apalagi beragama Islam, setelah mendapatkan penggambaran yang sedemikian kongkrit tentang kehidupan masa depan, yaitu kehidupan akhirat seperti di atas, tentulah ia tidak akan memilih untuk dirinya sendiri, maupun untuk sanak keluarganya maupun juga untuk kolega-koleganya hasil akhir yang akan menghadirkan kerugian, duka nestapa bahkan siksa di neraka. Dia pasti akan berupaya maksimal untuk menghindarinya, bahkan berdaya upaya untuk dapat merealisir apa saja yang dapat menyelamatkannya dan membahagiakannya. Dan itu amatlah mudah direlisir dengan memaksimalkan realisasi makna dan pengamalan serta prinsip berqurban yaitu taqarrub kepada Allah dan kepada sesama.
Dalam dimensi kehidupan di dunia, masa depan juga berarti waktu-waktu yang akan datang yang akan ditemui oleh ummat manusia. Dalam berbagai kajian futuristik yang diazaskan kepada pengenalan mendalam terhadap berbagai fenomena dan fakta yang telah bermunculan di saat-saat ini , banyak orang yang khawatir tentang masa depan kehidupan manusia akibat dari adanya penghancuran terhadap moralitas manusia, semakin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin, semakin menguatnya hegomoni global dari kelompok negara tertentu atas mayoritas negara-negara di dunia, yang itu semua menghadirkan kualitas ummat manusia serta hubungan antara mereka yang sangat rendah, serta sangat berdimensi serba berjangka pendek demi kepentingan arogansi yang pada gilirannya akan menghancurkan peradaban manusia. Sekali lagi hadirnya semangat bukan hanya taqarrub kepada Allah tapi pada sesama manusia itu adalah hadirnya kesadaran positif, kolektif dan historik seperti terealisir dalam peristiwa berqurban yang di contohkan oleh nabi Ibrahim, Ismail dan Muhammad SAW itu akan dapat bukan hanya menyelamatkan masa depan kemanusiaan, dengan menghindarkannya dari kecelakaan sejarah yang sangat fatal, tapi ia bahkan dapat menghadirkan, dengan mengulangi kembali faktor sukses dan peradaban ummat manusia yang cerdas, manusiawi serta membahagiakan seperti yang pernah dicontohkan oleh nabi Ibrahim, Ismail dan Muhammad SAW.


Faktor penting menghadirkan kembali semangat bertaqarrub kepada Allah dan bertaqarrub kepada sesama, menjadi semakin bisa diaktualkan, manakala ia juga digabungkan dengan pencerahan-pencerahan spiritual serta berkah sosial yang dimunculkan serta dibawa pulang oleh jemaah haji. Yang pada saat-saat ini mereka sedang melaksanakan peribadatan seperti yang di syariahkan oleh nabi Ibrahim, Ismail dan Muhammad SAW. Melalui suatu rangkaian ibadah yang amat berkorelatif antara ajaran yang kita lakukan kini di Indonesia dengan ajaran yang dilakukan oleh para jamaah itu di Masyairil Haram (Mekkah). Dalam dimensi yang historik dan mengglobal, para jamaah haji itu juga melakukan tugas peribadatan bertaqarrub kepada Allah dan bertaqarrub kepada sesama manusia. Doa mereka yang dikabulkan oleh Allah, semangat pencerahan keberagaman yang mereka rengkuh selama mereka di Mekkah dan Madinah, pertemuan mereka dengan jemaah haji seluruh dunia, semangat-semangat itu tentunya setelah mereka pulang ke daerah masing-masing tentunya menjadi spirit baru, semangat baru serta bukti lain bahwa melaksanakan syariat Islam dan mencontoh sunnah rasulullah SAW, selain ia bisa dilakukan sepanjang sejarah kemanusiaan, ia pun bisa ditularkan menjadi spirit yang memberdayakan dan meningkan kualitas kehidupan manusia. Sebab sebagaimana berqurban, hajipun dilandasi dengan bekal yang paling utama yaitu taqwa.
Sebentar lagi para jamaah haji kita akan pulang kembali ke tengah-tengah kita, dengan kemabruran haji mereka diharapkan mereka akan dapat menjaga keberlangsungan dari semangat berqurban yaitu bertaqarrub kepada Allah dan kepada sesama. Dan dengan interaksi antar sesama ummat dalam konteks itu maka jelas sekali dampak positif akan selalu bisa di munculkan yaitu beragama Islam yang membawa penyelamatan kemanusiaan, itulah Islam yang sebenarnya, Islam yang rahmatan lil’alamin.
Marilah kita menutup khutbah ini dengan bersama berdoa memohon kepada Allah, kiranya Allah berkenan mengabulkaNnya, Amiin ya Rabbal ‘alamiin.

2 komentar:

Nova Imoet mengatakan...

met hari raya idul adha....

Unknown mengatakan...

met korban...
met taon baru islam...

Posting Komentar